Kamis, 25 April 2019

MENENTUKAN EVAPOTRANSPIRASI DENGAN METODE EMPIRIS

Gambar 1. Skema Evapotranspirasi acuan (ETo) (diadaptasi dari Raes 2009)

Evapotranspirasi adalah kombinasi dari evaporasi dari tanah dan transpirasi tanaman. Parameter cuaca, karakteristik tanaman, pengelolaan dan aspek lingkungan mempengaruhi evapotranspirasi. Tanaman rumput acuan menutupi tanah secara penuh, terjaga pendek, air lancar dan aktivitas pertumbuhan dalam keadaan kondisi agronomi yang optimal. Evapotranspirasi rata-rata dari suatu permukaan acuan disebut evapotranspirasi acuan dan ditandai sebagai ETo. Konsep evapotranspirasi acuan dikenalkan untuk mempelajari keperluan evaporasi dari atmosfer secara independen pada tipe tanaman, perkembangan tanaman dan praktek pengelolaannya (Raes, 2009).

Evapotranspirasi acuan atau evapotraspirasi referensi (ETo) didefinisikan sebagai laju evapotranspirasi dari permukaan yang luas, rapat ditumbuhi rumput hijau dengan ketinggian yang seragam antara 8 – 15 cm dan dalam kondisi tidak kekurangan air dengan albedo 0,23 dan tidak kekurangan air (Allen et al., 1998). Evapotranspirasi acuan (ETo) terkait erat dengan rumput standar (Hargreaves dan Samani, 1985).Untuk menduga nilainya beberapa metode diturunkan berdasarkan proses fisik yang mengatur laju evapotranspirasi. Pendugaan dapat dilakukan menggunakan data klimatologi misalnya : suhu udara, kelembaban udara, lama penyinaran matahari dan kecepatan matahari. Berdasarkan ketersediaan data iklim ETo dapat dihitung dengan beberapa model : 1) suhu, 2) suhu dan kelembaban, 3) radiasi global, 4) radiasi neto, 5) kombinasi dan 6) regresi  (Rusmayadi, 2012).

Berikut beberapa model evapotranspirasi dengan metode empiris :

1. Metode Penman Monteith

Metode Penman-Monteith FAO-56 PM (1998) model standar yang telah ditetapkan FAO. Beberapa studi menunjukkan bahwa model ini memberikan pendugaan yang paling akurat. FAO merekomendasikan penggunaannya untuk menduga laju evapotranspirasi standar untuk menduga kebutuhan air bagi tanaman (Manik et al., 2012).Tetapi model ini kompleks karena memerlukan data pengamatan meteorologi yang banyak. Metode FAO 56 memerlukan data suhu udara maksimum (Tmax), suhu udara minimum (Tmin), kelembaban udara nisbi (RH) maksimum dan minimum, kecepatan angin pada ketinggian 2 m, serta data radiasi matahari untuk akuratnya estimasi ETo (Nikam et al., 2014). Metode FAO 56 Penman Monteith menentukan evpotranspirasi harian menggunakan rumus :



 


Dimana ETo = evapotranspirasi referensi (mm/hari), Rn = radiasi matahari neto (MJ/m2), G = fluks panas tanah (MJ/m2), Tmean = suhu udara rata-rata (ºC), u2 = kecepatan angin rata-rata pada ketinggian 2 m (m/s)es = tekanan uap air jenuh (kPa), ea = tekanan uap air aktual (kPa), Δ = slope tekanan uap air (kPa/ºC) dan γ =konstanta psikometrik (kPa/ºC) (Allen et al., 1998).


2. Metode Hargreaves dan Samani
Metode Hargreaves dan Samani (1985) menentukan evapotranspirasi acuan (ETo) banyak digunakan di daerah dengan data iklim yang terbatas. Metode ini menggunaan basis data radiasi, rumusnya sebagai berikut :
Dimana ETo = evapotranspirasi referensi (mm/hari), Tmean = suhu udara rata-rata harian (ºC), Ra = radiasi matahari ekstraterestrial (MJ/m2),TD = perbedaan antara suhu maksimum dan minimum (ºC) (Hargreaves-Samani, 1985)

3. Metode Blaney Criddle
Metode Blaney Criddle (1950) metode yang paling sederhana menghitung evapotranspirasi yang banyak digunakan sebelum diperkenalkan metode Penman Monteith. Metode ini hanya berdasarkan perubahan suhu di suatu tempat untuk menentukan evapotranspirasi  (Nikam et al., 2014). Metode ini banyak digunakan di daerah beriklim semi arid dan arid (kering) (Lang et al., 2017). Rumusnya : 


Dimana ETo = evapotranspirasi referensi (mm/hari), Tmean = suhu udara rata-rata harian (ºC), p = persentase harian siang hari rata-rata tahunan.

4. Metode Thornwaite

Metode Thornwaite (1948) mudah karena hanya menggunakan data suhu rata-rata bulanan, tak seperti metode lain yang perlu data iklim yang kompleks. Metode ini diperkenalkan di AS bagian Tengah dan Timur dengan kondisi iklim yang basah (Lang et al., 2017).

Dimana ETo = evapotranspirasi referensi (mm/hari)Ti adalah suhu rata-rata bulanan dan N adalah penyinaran matahari rata-rata bulanan. Umumnya metode ini menghasilkan nilai yang underestimate di daerah kering dan sebaliknya nilai overestimate di daerah yang basah (Al Kaeed et al., 2006).

5. Metode Turc
Metode Turc (1961) adalah salah satu metode paling simpel dan persamaan empiris yang akurat untuk menentukan evapotranspirasi. Metode ini pertama kali digunakan di Perancis bagian Selatan dan Afrika bagian Utara. Metode ini dibangun berdasarkan kondisi iklim di Eropa Barat. Data iklim yang digunakan radiasi matahari, suhu udara dan kelembaban udara (Diouf et al., 2016) 

Saat RH di bawah 50% rumus yang digunakan :. 
Saat RH di atas 50% rumus yang digunakan :

Dimana ETo = evapotranspirasi referensi (mm/hari), 
Tmean = suhu udara rata-rata harian (ºC), Rs = radiasi matahari harian (MJ/m2), RH = kelembaban udara rata-rata (%).

6. Metode Priestley Taylor
Metode Priestley Taylor (1972) digunakan untuk daerah yang basah, sehingga dikondisikan sebagai evapotranspirasi potensial. Metode ini didasarkan pada neraca energi (Arya et al., 2017). Rumus yang digunakan :
Dimana ETo = evapotranspirasi referensi (mm/hari), Rn = radiasi matahari neto (MJ/m2), G = fluks panas tanah (MJ/m2)Δ = slope tekanan uap air (kPa/ºC), γ = konstanta psikometer (kPa/ºC) dan λ = bahang laten penguapan (MJ/kg). 


7. Metode Hamon
Metode Hamon (1963) diturunkan dari metode evapotranspirasi potensial berbasis suhu udara rata-rata. Persamaan yang digunakan memprakirakan evapotranspirasi berdasarkan kerapatan uap jenuh (saturated vapor density) sebagai fungsi kelembaban absolut dalam keadaan jenuh.
Dimana ETo =evapotranspirasi referensi (mm/hari), D = durasi jam penyinaran terhadap satuan 30 hari selama 12 jam/hari, Pt =kerapatan uap jenuh (g/m2/100), merupakan fungsi suhu. 

8. Metode Romanenko
Metode Romanenko (1961) menurunkan persamaan evapotranspirasi berdasarkan hubungan suhu rata-rata dan kelembaban udara yaitu :
Dimana ETo = evapotranspirasi referensi (mm/hari), Tmean = suhu udara rata-rata harian (ºC), RH = kelembaban udara rata-rata (%).

9. Metode Penman
Dimana : ETo = evapotranspirasi referensi (mm/hari) Δ = slope tekanan uap air (kPa/ºC), Qn = radiasi matahari neto (MJ/m2), γ = konstanta psikometrik (kPa/ºC), f(u) = fungsi aerodiamik, (es - ea) = defisit  tekanan uap air untuk vpd (Pa) dan  γ = konstanta psikometrik (kPa/ºC) λ = panas spesifik untuk penguapan (2,454 MJ/kg).

Metode Penman (1948) awalnya dikembangkan untuk menentukan besarnya evaporasi pada permukaan yang terbuka. Metode ini juga digunakan untuk menentukan evapotranspirasi potensial dari suatu tegakan vegetasi dengan memanfaatkan data iklim mikro yang diperoleh dari atas permukaan vegetasi yang jadi kajian.

10. Metode Makkink 
Makkink (1957) menyampaikan metode ETo dengan mudah menggunakan unsur suhu dan penyinaran matahari.
Dimana ETo = evapotranspirasi referensi (mm/hari)Rs = radiasi matahari harian (W/m2)γ = konstanta psikometrik (kPa/ºC), λ = bahang laten penguapan (MJ/kg)

11. Metode Jensen Haise 
Metode Jensen Haise (1963) berdasarkan pendekatan neraca energi (radiasi matahari). 
Dimana : ET = evapotranspirasi (mm/hari Ct = koefisien suhu (dihitung berdasarkan ketinggian daan tekanan uap air), λ = bahang laten penguapan (MJ/kg), Tmean = Tmean = suhu udara rata-rata (ºC), Rs = radiasi matahari global.

Catatan :

Beberapa persamaan untuk membantu menentukan evapotranspirasi :
a. Panas/ bahang laten penguapan :
Dimana : λ = panas laten penguapan (MJ/kg), Ta = suhu udara (ºC).
b. Tekanan atmosfer
Dimana : P = tekanan atmosfer (kPa) pada ketinggian z meter.
c. Tekanan uap air jenuh


Dimana : es = tekanan uap air jenuh (kPa) 
d. Slope tekanan uap air


Dimana : Δ  = slope tekanan uap air (kPa).
e. Konstanta psikometrik
Dimana :  γ = konstanta psikometrik (kPa/ºC), Cp = panas kelembaban udara spesifik = 1,013 (kJ/kg/ºC)P = tekanan atmosfer (kPa), ε = rasio berat molekul  uap air/ udara kering = 0,622, λ = panas laten penguapan (MJ/kg).
f. Radiasi gelombang panjang pada langit yang clear
Dimana : Rso = radiasi gelombang pendek pada langit yang cerah (MJ/m2/hari), z = elevasi stasiun (m), Ra = radiasi ekstraterestrial (MJ/m2/haridilihat dari tabel posisi lintang). 
g. Radiasi gelombang pendek neto 


Dimana : Rns = radiasi gelombang pendek neto (MJ/m2/hari), α = albedo/koefisien refleksi kanopi (0,23 untuk tanaman rumput referensi hipotetik (MJ/m2/hari), Rns = radiasi matahari datang (MJ/m2/hari).
h. Radiasi gelombang panjang neto 
Dimana Rnl = radiasi ougoing gelombang panjang neto (MJ/m2/hari), σ = tetapan Stefan Boltzman (4,903 x 10 (MJ/m2/hari), Tmax = suhu maksimum absolut selama periode 24 jam (K = ºC + 273), Tmin = suhu minimum absolut selama periode 24 jam (K = ºC + 273), ea = tekanan uap air aktual (kPa), Rs/Rso =radiasi gelombang pendek relatif (≤ 1), Rs = radiasi matahari datang (MJ/m2/hari)Rso = radiasi gelombang pendek pada langit yang cerah (MJ/m2/hari). 
i. Radiasi gelombang panjang neto 

Selisih dari radiasi gelombang pendek datang (Rns) dan gelombang panjang outgoing (Rnl). 

 
Daftar Pustaka

Alkaeed O, Flores C, Jinno K. and Tsutsumi, A. (2006) Comparison of Several Reference Evapotranspiration Methods for Itoshima Peninsula Area, Fukuoka, Japan. Memoirs of the Faculty of Engineering, Kyushu University, Vol. 66, Vngsas, Fukuoka, 1-14. 

Allen RG, Perriera LS, Raes D and Smith M. 1998. Crop evapotranspiration: Guidelines for computing crop requirements, Irrigation and Drainage, Paper No. 56. Rome, Italy 

Arya CK, Purohit RC, Dashora LK, Singh PK, Kothari M and Singh B. 2017. Comparative evaluation of different reference evapotranspirartion models. J. Applied and Natural Science 9(1):609-613.

Diouf OC, Weihermuller Leihermuller L, Ba K., Faye SC, Vereecken H. 2016. Estimation of Turc reference evapotranspiration with limited data against the Penman-Monteith Formula in Senegal. J. Agriculture and Environment for International Development, 110 (1): 117-137.

Hargreaves GH and Samani, ZA. 1985. Reference crop evapotranspiration from temperature. Applied Engineering in Agriculture. 1(2): 96-99

Lang D, Zheng J, Shi J, Liao F, Ma X, Wang W, Zhang M. 2017. A comparative study of potential evapotranspiration estimation by eight metheods with FAO. Water 9 (734): 1-18.

Manik TK, Rosadi RB dan Karyanto A. 2012. Evaluasi metode Penman-Monteith dalam menduga laju evapotranspirasi standar (ETo) di Dataran Rendah Propinsi Lampung, Indonesia. J. Keteknikan Pertanian 26 (2) : 121-128.

Raes D. 2009. ETo Calculator : a software program to calculate evapotranspiration from a reference surface. FAO Land Water Division. Digital Media Service No. 36.

Rusmayadi, G. 2012. Pertanian dalam bayang-bayang iklim ekstrim. P3AI. Universitas Lambung Mangkurat. Banjarmasin. 

Thornthwaite CW. 1948. An approach toward a rational classification of climate. The Geographical Review, 38(1), 55-94.




Tidak ada komentar: