Rabu, 29 April 2020

PERINGATAN DINI PENYAKIT DBD BERDASARKAN TINJAUAN IKLIM


Gambar 1. Fase kehidupan nyamuk Aedes aegypti 

Salah satu yang diwaspadai pada saat musim hujan adalah kejadian penyakit menular. Salah satu penyakit menular yang patut diwaspadai saat musim hujan adalah DBD (Demam Berdarah Dengue). DBD banyak ditemukan di daerah tropis dan sub tropis. Kasus penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus dengue masih terbilang tinggi. Di lintasan garis khatulistiwa, Indonesia tak lepas dari dampak penyakit tropis. Sejumlah penyakit tropis yang diakibatkan oleh gigitan nyamuk seperti DBD terus menjadi momok di Nusantara, khususnya wilayah perkotaan. Penduduk perkotaan lebih rentan terkena virus dengue yang ditularkan oleh vektor berupa nyamuk Aedes aegypti. Penduduk urban tinggal di lingkungan pemukiman yang memiliki tingkat densitas tinggi. World Health Organization (WHO) mencatat Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara tahun 1968-2009. Di Indonesia, kasus DBD pertama kali ditemukan di Surabaya dan Jakarta pada tahun 1968. Sejak itu, DBD berkembang menjadi masalah kesehatan masyarakat dengan semakin bertambahnya jumlah provinsi dan kabupaten/kota (kab/kota) terjangkit DBD (Mamenun et al., 2021).

Selasa, 14 April 2020

MENDETEKSI KEKERINGAN METEOROLOGIS DENGAN SPEI (STANDARDIZED PRECIPITATION AND EVAPOTRANSPIRATION INDEX)

Gambar 1. Kriteria kekeringan

Pendahuluan

Kekeringan adalah suatu permasalahan yang dapat berdampak pada sektor pertanian, ekonomi dan lingkungan hidup. Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan (slowonset disaster), berdampak sangat luas, dan bersifat lintas sektor. Untuk dapat mendeteksi kekeringan para ahli mengembangkan berbagai indeks kekeringan. Menurut McKee et al., (1993) ada 5 (lima) hal yang penting dalam menganalisis kekeringan, yaitu : 1) Skala waktu, 2) Probabilitas, 3) Defisit curah  hujan, 4) Pengertian presipitasi dengan  dan 5) Hubungan dengan dampak kekeringan.

Kekeringan dapat dibagi dalam 4 kriteria yaitu : kekeringan meteorologis, kekeringan hidrologis, kekeringan pertanian dan kekeringan sosio-ekonomi. 

Kekeringan meteorologis melibatkan pengurangan hujan pada suatu wilayah dalam periode tertentu (hari, bulan, musim, atau tahun) di bawah jumlah tertentu. Kekeringan agrikultural merupakan kurangnya lengas tanah yang menyebabkan kekurangan ketersediaan air untuk kebutuhan tanaman pertanian. Kekeringan hidrologis merupakan pengurangan sumber air (sungai, waduk, airtanah) di bawah level tertentu. Kekeringan sosioekonomik yaitu kurangnya air untuk kebutuhan minum dan kebutuhan dasar masyarakat.

Kamis, 02 April 2020

PERTANIAN CERDAS IKLIM (CLIMATE-SMART AGRICULTURE) DAN SLI OPERASIONAL BMKG

Gambar 1. 3 tujuan Climate Smart Agriculture (CSA)

Pendahuluan
Climate Smart Agriculture (CSA) di Indonesia yang bekerjasama dengan The International Center for Tropical Agriculture (CIAT), tetap berjalan saat pandemi COVID-19 kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) Dr. Fadjry Djufry di Bogor pada Senin (23/3/2020). Kerja sama di tahun lalu ini merupakan bagian upaya Indonesia menjelaskan kepada dunia praktek tradisional Indonesia (traditional knowledge) terkait praktek pertanian cerdas iklim. COVID-19 juga merupakan ancaman terbesar bagi ketahanan pangan. Pandemi dapat menjadi berdampak luar biasa. Para ahli di dunia telah mengusulkan teknologi CSA untuk meningkatkan adaptasi petani dan mempertahankan produktivitas. Mekanisasi penanaman tanaman pangan dan diversifikasi tanaman, dengan menggantikan tanaman alternatif yang lebih CSA dapat menjadi bantuan bagi petani menghadapi tuntutan keterbatasan dalam COVID-19.