Selasa, 14 April 2020

MENDETEKSI KEKERINGAN METEOROLOGIS DENGAN SPEI (STANDARDIZED PRECIPITATION AND EVAPOTRANSPIRATION INDEX)

Gambar 1. Kriteria kekeringan

Pendahuluan

Kekeringan adalah suatu permasalahan yang dapat berdampak pada sektor pertanian, ekonomi dan lingkungan hidup. Kekeringan merupakan salah satu jenis bencana alam yang terjadi secara perlahan (slowonset disaster), berdampak sangat luas, dan bersifat lintas sektor. Untuk dapat mendeteksi kekeringan para ahli mengembangkan berbagai indeks kekeringan. Menurut McKee et al., (1993) ada 5 (lima) hal yang penting dalam menganalisis kekeringan, yaitu : 1) Skala waktu, 2) Probabilitas, 3) Defisit curah  hujan, 4) Pengertian presipitasi dengan  dan 5) Hubungan dengan dampak kekeringan.

Kekeringan dapat dibagi dalam 4 kriteria yaitu : kekeringan meteorologis, kekeringan hidrologis, kekeringan pertanian dan kekeringan sosio-ekonomi. 

Kekeringan meteorologis melibatkan pengurangan hujan pada suatu wilayah dalam periode tertentu (hari, bulan, musim, atau tahun) di bawah jumlah tertentu. Kekeringan agrikultural merupakan kurangnya lengas tanah yang menyebabkan kekurangan ketersediaan air untuk kebutuhan tanaman pertanian. Kekeringan hidrologis merupakan pengurangan sumber air (sungai, waduk, airtanah) di bawah level tertentu. Kekeringan sosioekonomik yaitu kurangnya air untuk kebutuhan minum dan kebutuhan dasar masyarakat.

Kekeringan Meteorologis

Kekeringan meteorologis merupakan awal kajian kekeringan. Kekeringan meteorologis adalah kekeringan yang disebabkan karena tingkat curah hujan suatu daerah di bawah normal. Kajian ini mencakup pengukuran, analisis, dan prediksi kekeringan yang disebabkan oleh kurangnya curah hujan dalam suatu wilayah dalam periode tertentu.  Tujuannya untuk mengetahui tingkat kekeringan relatif terhadap tingkat kekeringan normal atau rata-rata dan lamanya periode kekeringan yang telah terjadi.

PDSI (Palmer Droght Severity Index)  awalnya sebagai permulaan pengembangan indeks kekeringan. PDSI dapat menghitung kebasahan (nilai positif) dan kekeringan (nilai negatif) berdasarkan konsep persamaan neraca air dengan sebelumnya menggabungkan presipitasi, pasokan air, runoff dan kebutuhan evaporasi di permukaan tanah. PDSI merupakan indeks yang banyak digunakan di AS. Tetapi kelemahan PDSI memerlukan time series data yang lengkap. PDSI memerlukan skala waktu sekitar 9 bulan, sehingga menyebabkan keterlambatan mengidentifikasi kondisi kekeringan. PDSI juga tidak mempunyai tampilan berbagai skala waktu sehingga sulit apabila dikorelasikan dengan sumber daya air tertentu misalnya : runoff, reservoir storage dan lain-lain. Wells et. al., 2004 memperkenalkan SC-PDSI  (Self Calibrating-PDSI) sebagai alternatif agar dapat dikorelasikan.

SPI (Standardized Precipitation Evapotranspiration Index) metode yang dikembangkan oleh McKee et al., 1993 di Pusat Iklim Colorado. Dibandingkan dengan PDSI dan  perhitungannya dan fleksibel secara temporal, dibandingkan indeks-indeks kekeringan lainnya SPI lebih mudah. Kelemahan SPI perhitungan hanya berdasarkan curah hujan. Indeks ini tak mempertimbangkan unsur lain yang dapat mempengaruhi kekeringan, seperti halnya suhu udara, evapotranspirasi, kecepatan angin dan kapasitas tanah menahan air. Keperluan data yang sedikit dan kemudahannya menyebabkan indeks yang berdasarkan presipitasi seperti halnya SPI banyak penggunaan untuk monitoring dan analisis kekeringan. Kelebihan SPI adalah dapat dihitung untuk skala waktu yang berbeda, dapat memberikan peringatan dini kekeringan, dapat membantu menilai tingkat keparahan kekeringan, lebih sederhana daripada PDSI.

Kekeringan Meteorologis SPEI

Vicente et al. (2010) kemudian mengusulkan indeks kekeringan SPEI (Standardized Precipitation Evapotranspiration Index). Indeks ini  berdasarkan pada anomali dari neraca air (atmospheric water balance), dengan kata lain defisit dari curah hujan dan evapotranspirasi potensial. SPEI dapat mengidentifikasikan peningkatan tingkat keparahan dari kejadian kekeringan dimana kebutuhan air yang lebih tinggi sebagai akibat adanya evapotranspirasi. SPEI pertama kali diperkenalkan oleh Vicente et al., (2010) sebagai pengembangan dari analisis kekeringan SPI yang hanya berbasiskan curah hujan, dengan mengkombinasikan curah hujan dan evapotranspirasi potensial (ETp).

Secara matematik, SPEI memiliki prosedur yang tidak jauh berbeda dengan  SPI dalam mengkalkulasi variabel input untuk dianalisa menjadi suatu indeks.  Namun dengan adanya parameter suhu udara, SPEI dapat menganalisis kekeringan  melalui faktor neraca air dimana suhu udara digunakan sebagai penduga  evapotranspirasi potensial (ETp). SPEI merupakan pengembangan dari SPI dan dianggap lebih dapat menangkap indikasi kekeringan dalam trend perubahan iklim  (Fuchs 2012). Informasi ini akan sangat berguna  berbagai penelitian dalam perubahan iklim. Oleh karena itu Vicente-Serrano et al. 2010 mengadopsi klasifikasi SPI yang diusulkan oleh McKee et al. 1993 yang ditunjukkan Tabel 1. SPI dan SPEI mempunyai kategori yang sama sebagai berikut :

Tabel 1 Klasifikasi nilai indeks SPI dan SPEI (McKee et al. 1993, Vicente-Serrano et al. 2010)

Kriteria indeks SPEINomor urutanKategori kekeringan
>= 27Sangat basah (extremely wet)
1,5 - 1,996Basah (wet)
1,0 - 1,495Agak basah (moderately wet)
-0,99 - 0,994Normal (near normal)
-1 - (-1,49)3Agak kering (moderately dry)
-1,5 - (-1,99)2Kering (dry)
-2 =<1Sangat kering (extremely dry)

Kelebihan SPEI 

SPEI mempunyai kelebihan dengan memperhitungkan curah hujan dan evapotranspirasi potensial (ETp) dalam menentukan kekeringan dibandingkan SPI yang hanya menggunakan hujan. Dihitung dengan rentang waktu seperti halnya SPI 1-48 bulan, tetapi SPEI memperhitungkan dampak utama dari peningkatan suhu udara terhadap air. Pada rentang waktu yang lebih lama (> 18 bulan) SPEI dapat berkorelasi dengan versi PDSI yang dapat dikalibrasikan sendiri (sc-PDSI). Apabila data terbatas yang tersedia, misalnya suhu udara dan curah hujan, maka nilai ETp dapat diprakirakan menggunakan metode Thornthwaite sederhana. Apabila dalam kasus lainnya dengan data yang lebih banyak tersedia, metode yang lain yang lebih lengkap dan canggih dapat digunakan misalnya metode Penman-Monteith (dengan kecepatan angin, kelembapan udara dan radiasi matahari). Sebagai catatan, kelebihan lainnya Indeks SPEI berbasis statistika yang hanya memerlukan informasi klimatologi tanpa memerlukan  asumsi karakteristik yang sistem yang mendasarinya. 

Kelemahan SPEI 

Kelemahannya yaitu memerlukan lebih banyak persyaratan data dibandingkan dengan SPI. Nilai SPEI juga peka terhadap metode untuk memperhitungkan evapotranspirasi (ETp). Metode perhitungan ETp dengan penambahan unsur tambahan dapat memiliki ketidakpastian (uncertainty) yang lebih besar. Seperti halnya metode indeks kekeringan yang lainnya, SPEI memerlukan periode data yang panjang (30-50 tahun) sehingga lebih banyak sampel yang digunakan.

Cara menentukan nilai SPEI

R

Menentukan nilai indeks SPEI dapat dilakukan berbagai cara. Salah satu yang paling sederhana menggunakan bahasa R. Langkah-langkahnya adalah :

  • Install paket 'SPEI'. Paket SPEI dalam R bisa didapatkan didownload ,misalnya di sini
 
install.packages('SPEI')
  • Load library 'SPEI'
library('SPEI')
  • Siapkan data iklim yang diperlukan (curah hujan dan data iklim yang menunjang untuk perhitungan evapotranspirasi) dalam bentuk timeseries. Pastikan data sudah tersedia dalam format yang sesuai dan telah diimport ke R. Misalnya : data iklim dari Staklim Kalsel.
data(Staklim_Kalsel)
summary(Staklim_Kalsel) 
  • Hitung nilai evapotranspirasi, di dalam paket SPEI ada 3 metode yang dapat dihitung secara empiris yaitu dengan Thornwaite, Hargreaves atau Penman-Monteith.
<thornthwaite><hargreaves> dan <penman> 
  • Hitung SPEI menggunakan fungsi 'spei' dengan memasukkan data curah hujan dan PET (ETp) sebagai argumen.
spei_ts = spei(prec_ts, type = "SPEI", scale = 3, na.rm = TRUE)

Python

Menentukan nilai indeks SPEI dapat juga dilakukan dengan Python. SPEI adalah paket Python sederhana untuk menghitung indeks kekeringan dengan basis deret waktu yaitu : SPI (Standardized Precipitation Index), SPEI (Standardized Precipitation Evaporation Index) dan SGI (Standardized Groundwater Index). Paket ini menggunakan paket Python seperti Pandas dan Scipy untuk memudahkan menghitung indeks kekeringan. 

Berikut adalah script Python untuk menentukan SPEI (Standardized Precipitation Evapotranspiration Index):

  • Install package climate_indices dengan menggunakan pip
pip install climate_indices
  • Import modul climdex.spi dan climdex.spei
from climdex import spi, spei
  • Load/ ambil data curah hujan dan evapotranspirasi dari file atau sumber data lainnya
# load precipitation and evapotranspiration data precip = [...] # list of precipitation data evap = [...] # list of evapotranspiration data
  • Hitung SPEI dengan menggunakan modul climdex.spei
# calculate SPEI spei_data = spei(precip, evap, scale=3, periodicity='monthly')

  • spei_data akan berisi data SPEI yang telah dihitung. Selanjutnya anda melakukan visualisasi atau analisis lebih lanjut pada data tersebut.
Keterangan:
  1. prec_ts: time series data curah hujan
  2. type: tipe SPEI yang dihitung, dalam hal ini "SPEI"
  3. scale: skala waktu yang digunakan, dalam bulan
  4. na.rm: opsi untuk menghapus nilai yang hilang (NA)
Informasi lebih lengkap dapat dilihat pada berbagai contoh pengolahan data, misalnya Github di sini

Web SPEI

Selain memperhitungkan nilai indeks SPEI melalui pos hujan atau titik tertentu, juga dapat dilakukan secara grid, spasial ataupun global. Salah satu webgis yang dapat menghitung  di sini. Web yang dimaksud adalah SPEI Global Drought Monitor.

Indeks kekeringan SPEI mempunyai asumsi :
  1. Variabilitas curah hujan jauh lebih besar dibandingkan dengan

Web ini berisikan kumpulan data grid sejak tahun 1955 sampai dengan sekarang. Data input yang digunakan melalui data input berupa data iklim grid dari CRU TS (Climate Research Unit Time Series). Perhitungan evapotranspirasi yang digunakan dalam web ini menggunakan Penman-Monteith,  sedangkan SPEI real timenya menggunakan Thornwaite (data iklim yang terbatas). Perhitungan evapotranspirasi menggunakan R dapat menggunakan 3 pilihan metode (Thornthwaite, Penman-Monteith, atau Hargreaves). Skala waktu SPEI tersedia dengan berbagai skala waktu antara 1 dan 48 bulan. Data suhu udara didapatkan 

Kita juga dapat menentukan nilai indeks SPEI secara time series melalui titik koordinat tertentu. misalnya di sekitar BMKG Stasiun Klimatologi Kalimantan Selatan : -3.75; 115.25

Gambar 2. Tampilan web SPEI Global Drought Monitor

SPEI Global Drought Monitor menyediakan informasi real-time tentang kondisi kekeringan pada skala global, dengan resolusi spasial 1 derajat dan resolusi waktu bulanan. Skala waktu SPEI antara 1 dan 48 bulan disediakan. Periode kalibrasi untuk SPEI adalah Januari 1950 hingga Desember 2010. Tanggal mulai kumpulan data adalah 1955 untuk memberikan informasi umum di berbagai skala waktu SPEI.

Kumpulan data diperbarui selama hari pertama bulan berikutnya berdasarkan sumber data iklim yang dapat diandalkan. Data suhu rata-rata diperoleh dari kumpulan data grid NOAA NCEP CPC GHCN_CAMS. Data jumlah curah hujan bulanan diperoleh dari GPCC (Global Precipitation Climatology Center). Data grid dengan resolusi asli 0,5º, diinterpolasi ke resolusi 1º.

Saat ini, Monitor Kekeringan Global SPEI didasarkan pada persamaan Thornthwaite untuk memprakirakan evapotranspirasi potensial, PET. Hal ini disebabkan kurangnya sumber data real-time untuk menghitung estimasi PET yang lebih handal yang memiliki kebutuhan data yang lebih besar. Keuntungan utama dari SPEI Global Drought Monitor adalah sifatnya yang mendekati waktu nyata, karakteristiknya paling cocok untuk pemantauan kekeringan dan tujuan peringatan dini. Namun, untuk analisis jangka panjang, kumpulan data lain lebih direkomendasikan mengandalkan metode estimasi PET yang lebih handal. Penggunaan dataset SPEI, yang didasarkan pada model FAO-56 Penman-Monteith, direkomendasikan untuk studi klimatologi kekeringan.

Daftar Pustaka

Web : 





 
Jurnal :

Fuchs, B. 2012. Using the standardized precipitation index (SPI) and the standardized precipitation evapotranspiration index (SPEI). Retrieved February 8, 2020, from

McKee, T. B., Doesken, N. J., & Kleist, J. 1993. The relationship of drought frequency and duration to time scales. In Eighth Conference on Applied Climatology (pp. 179–184). Anaheim, California: American Meteorological Society.

Vicente-Serrano, S. M., Bagueria, S., & Lopez-Moreno, J. I. 2010. A multiscalar drought index sensitive to global warming: The standardized precipitation evapotranspiration index. Journal of Climate, 23(7), 1696–1718. https://doi.org/10.1175/2009JCLI2909.1


Tidak ada komentar: