Hikmah Fenomena Cuaca dan Iklim

Memahami cuaca dan iklim melalui ilmu pengetahuan dan hikmah, konsep dasar serta cerita ilmiah update cuaca dan iklim

Halaman

  • TUTORIAL
  • PRESENTASI
  • APLIKASI
  • LITERATUR
  • MONITORING
  • KONTAK

Selasa, 02 Juli 2019

PEMAHAMAN TENTANG MJO (MADDEN JULIAN OSCILLATION)

Gambar 1. Topografi di Indonesia.  Diadaptasi dari : Hidayat dan Kizu (2009)

Di awal Juni 2019 yang lalu Kalimantan Selatan dan beberapa daerah lain di Indonesia dilanda kejadian bencana hidrometeorologi. Hujan yang turun beberapa jam pada Sabtu (8/6) lalu langsung menyebabkan Kotabaru dan Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, diterjang banjir. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut bencana banjir yang akhir-akhir ini terjadi di beberapa wilayah Indonesia akibat aktivitas Madden Julian Oscillation (MJO). Apakah MJO tersebut? Informasinya dapat anda baca pada artikel berikut ini.

Indonesia adalah wilayah yang rentan terhadap variabilitas iklim. Kejadian iklim ekstrim di tempat kita dapat mengakibatkan dampak yang merugikan di berbagai bidang. Kejadian iklim yang ekstrim di daerah kita terkait erat dengan variabilitas curah hujan. Hujan yang ekstrim dapat menyebabkan kejadian banjir dan sebaliknya rendahnya hujan dapat menyebabkan kekeringan. Dengan memahami variabilitas hujan dan faktor yang mempengaruhinya dapat berguna meningkatkan prakiraan iklim dan mengurangi resiko dari bencana alam (Hidayat, 2015).

Indonesia mempunyai wilayah daratan dan lautan yang luas. Lebih dari sepuluh ribu pulau dikelilingi oleh lautan. Pulau-pulau ini wilayahnya bergunung-gunung dan terletak di daerah equatorial yang aktifitas konvektifnya paling tinggi. Konveksi yang menggerakkan sirkulasi atmosfer melalui penyerapan dan pelepasan sejumlah bahang laten (latent heat) (Hidayat dan Kizu, 2009).

Indonesia sebagai daerah yang intensif proses konveksi dan curah hujan karena negara kepulauan, mempunyai kawasan lautan yang luas. Lautan merupakan tempat penyimpanan panas yang berguna dalam pembentukan awan-awan konvektif.  Keragaman aktifitas konveksi yang kuat di daerah tropis tak hanya dalam skala waktu harian, tapi juga skala waktu intra-musiman. Gangguan skala besar di daerah tropis dalam aktifitas konvektif yang mempengaruhi keragaman curah hujan pada skala intra-musiman ini disebut sebagai MJO (Madden Julian Oscillation).  MJO mempengaruhi cuaca tropis secara signifikan, khususnya di Samudera Hindia, Benua Maritim Indonesia (BMI) dan Samudera Pasifik bagian barat (Arbain et al., 2017).

MJO pertama kali ditemukan tahun 1971 oleh Dr Roland Madden dan Dr Paul Julian dari NCAR (National Center for Atmospheric Research) AS, ketika mereka mempelajari pola angin dan tekanan tropis. Mereka mengamati adanya osilasi yang teratur angin di antara Singapura dan Pulau Kanton di Barat Tengah Pasifik Ekuator.

Madden Julian Oscillation (MJO) adalah osilasi intraseasonal di wilayah tropis dengan karakteristik utama adanya wilayah peningkatan dan penurunan curah hujan yang bergerak berpasangan (dipol) mengelilingi bumi dari Barat ke Timur, dari Barat ke Timur (Arbain et al., 2017). MJO fenomena yang unik diidentifikasikan sebagai gelombang yang menjalar dari Barat (Samudera Hindia) hingga ke Timur (Samudera Pasifik) pada periode 30-60 hari (Yulihastin et al., 2017).  MJO gangguan cuaca seperti pada awan, hujan, angin dan tekanan yang memiliki pergerakan ke arah timur, serta melintasi daerah tropis dan kembali lagi pada titik awalnya. MJO dalam fase aktif memiliki korelasi terjadinya intensitas curah hujan yang tinggi terhadap wilayah yang dilaluinya. MJO juga memberikan efek signifikan terhadap monsun, seperti mempengaruhi waktu onset monsun, juga mengganggu fase aktif dan fase jeda (break) monsun. 

Berbeda dengan ENSO yang stasioner, MJO bergerak ke timur, melintasi daerah tropis dan kembali ke titik awalnya dalam waktu 30 hingga 60 hari. MJO lebih mudah digambarkan dalam variabilitas iklim tropis intraseasonal (variabilitas yang mingguan).

MJO terdiri dari 2 fase yaitu fase peningkatan curah hujan (konvektif) dan fase curah hujan menurun. Identifikasi MJO dapat dilakukan menggunakan data indeks RMM1 (Real-time Multivariate) dan RMM2. RMM1 dan RMM2 Lokasi fase konvektif berdasarkan geografis dapat dilihat dalam 8 fase. MJO mempunyai delapan fase tersebut dalam menyelesaikan satu kali periode osilasi dengan berawal dari Samudera Hindia bagian Barat atau sebelah Timur Afrika. Fase tersebut sebagai berikut :
  1. Fase 1 di benua Afrika (21°BB- 60°BT)
  2. Fase 2 di Samudera Hindia bagian barat (60° BT - 80° BT).
  3. Fase 3  di Samudera Hindia bagian Timur (80° BT - 100 °BT).
  4. Fase 4 di Indonesia bagian Barat (100° BT - 120° BT).
  5. Fase 5 di Indonesia bagian Timur (120° BT -140° BT).
  6. Fase 6 di kawasan Pasifik Barat (140° BT - 160° BT).
  7. Fase 7 di Kawasan Pasifik Timur (160°BT - 180° BT).
  8. Fase 8 daerah konveksi di belahan Pasifik Timur ((180° - 160° BB).
Kalau digambarkan dalam peta sebagai berikut :
Gambar 2. Posisi beberapa fase MJO

Kalau digambarkan dalam indeks RMM1 dan RMM2 sebagai berikut :
Gambar 3. Contoh gambar posisi MJO dengan data indeks RMM1 dan RMM2

Sumber : http://www.bom.gov.au/climate/mjo/


Cara mendeteksi MJO juga dapat dilakukan dengan diagram hovmoller. Diagram tersebut menggambarkan semua nilai rata-rata pada satu kolom garis bujur/ lintang dengan menempatkan nilai-nilai tersebut dalam satu sumbu sedangkan sumbu yang lain menggambarkan dimensi waktu. Propagasi MJO dapat dideteksi pergerakannya menggunakan diagram ini melalui sumbu vertikal menjelaskan waktu sedangkan sumbu horizontal menjelaskan garis bujur. MJO juga dapat dideteksi melalui beberapa variabel atmosfer seperti OLR (Outgoing Longwave Radiation) dan angin di mana variabel tersebut mempunyai osilasi yang kuat saat fase aktif.

 

Gambar 4. Contoh diagram Hovmoller anomali OLR
Sumber :  http://www.bom.gov.au/climate/mjo/#tabs=Time-longitude

Anomali OLR negatif (warna ungu) menunjukkan banyaknya kumpulan awan berada di lokasi garis bujur yang bersangkutan dibandingkan klimatologisnya, sebaliknya anomali OLR positif (warna oranye) menunjukkan sedikitnya kumpulan awan.  Kalimantan Selatan  terletak pada kisaran 114 19' 33" BT sampai 116 33' 28" BT. Kumpulan awan tersebut menunjukkan lebih banyaknya hujan yang terjadi daripada klimatologisnya. Pergerakan MJO yang kuat ke arah timur digambarkan dengan warna ungu. 




Gambar 5. Struktur dan pergerakan MJO
Sumber : https://www.metoffice.gov.uk/ dan https://www.metoffice.gov.uk/

Struktur permukaan dan atmosfer bagian atas MJO ketika fase konvektif yang meningkat (basah) berpusat di Samudera Hindia dan fase konvektif yang menurun (kering) di Samudera Pasifik. Panah horizontal menunjuk ke kiri mewakili angin dari timuran dan panah yang menunjuk ke kanan mewakili angin yang baratan. Sistem bergerak berpasangan ke timur dan akhirnya mengelilingi kembali ke titik asalnya. Pada fase konvektif yang meningkat angin di permukaan bertemu, udara didororng ke atas. Di atas atmosfer angin berbalik, gerakan udara yang meningkat di atmosfer tersebut cenderung meningkatkan kondensasi dan curah hujan. Saat angin menurun menghangat dan mengering cenderung menurunkan curah hujan.



Gambar 6. Sirkulasi MJO pada angin zonal 850 mb 
Sumber : Hidayat (2015)

Sirkulasi dan konveksi terkait dengan MJO. Sirkulasi dan konveksi pada angin zonal 850 mb dapat digambarkan (Gambar 6) sebagai berikut :
  • Fase 8 ke 1 : Indonesia umumnya tertutupi oleh daerah konvektif dan penurunan massa udara (suppressed area)
  • Fase 2 ke 3 : kenaikan konveksi di bagian Barat Samudra Hindia, bergerak ke Timur dengan kekuatan yang timuran
  • Fase 4 ke 5 :  konveksi maksimum melalui di atas Indonesia
  • Fase 6 ke 7 : konveksi menurun (suppressed convection), pusat bergerak konveksi ke Timur.

Dari Gambar 7, dapat dilihat pada saat terjadi hujan  di pertengahan Juni 2019 di fase 4 dan 5.



Gambar 7. Posisi MJO dan satelit di Kalimantan Selatan

Sumber bacaan :

https://www.climate.gov/news-features/blogs/enso/what-mjo-and-why-do-we-care diakses 20 Juni 2019
https://www.data.jma.go.jp/mscweb/en/aomsuc6_data/oral/s08-03.pdf diakses 19 Juni 2019

https://www.metoffice.gov.uk/weather/learn-about/weather/atmosphere/madden-julian-oscillation diakses 20 Juni 2019.

Arbain AA, Renggono F. 2017. Pengaruh Madden-Julian Oscillation terhadap disribusi dan propagasi hujan di wilayah Jakarta dan sekitarnya selama periode 2016 berdasarkan pengamatan radar cuaca. J. Sains & Tekno. Mod. Cuaca. 18(2): 49-55.

Hidayat R, Kizu S. 2009. Influence of the Madden-Julian Oscillation on Indonesian rainfall variability in austral summer. Int. J. Climatol. 2010;30 : 1816-1825.

Hidayat R. 2015. Occurence of extreme rainfall events associated with the Madden-Julian Oscillation. The 6th Asia/Oceania Meteorological Satellite Users’ Conference Tokyo, Japan, 9-13 November 2015 

Yulihastin E, Satyawardhana G, Nugroho GA . 2017.MJO modulation on diurnal rainfall over West Java during pre-monsoon and strong El Niño periods. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science 54 (1), 012029.

Diposting oleh ustadzklimat di 15.58
Label: hujan ekstrem, MJO

1 komentar:

Anonim mengatakan...

Terimakasih gan, sangat membantu :D

5 Agustus 2020 pukul 09.57

Posting Komentar

Posting Lebih Baru Posting Lama Beranda
Langganan: Posting Komentar (Atom)

Mengenai Saya

Foto saya
ustadzklimat
Assalamu 'alaikum. Saya Khairullah. Kesibukan PNS di Stasiun Klimatologi Banjarbaru, Suka diskusi masalah-masalah berhubungan perkembangan agama Islam kontemporer, suka baca buku agama klasik. Tak lupa membaca tentang ilmu iklim dan cuaca. Tetap harus banyak belajar masalah klimatologi, meteorologi dan geofisika walaupun usia dan keluarga telah bertambah. Mungkin ada di antara pembaca yang lebih ahli bisa saling bertukar info. Saya punya prinsip mempelajari ilmu kontinyu mulai dari dari buaian sampai liang kubur dan tak ada pemisahan antara ilmu pengetahuan dan agama, karena ilmu adalah sebagai nur bagi mata hati kita untuk memahami kebesaran Allah. Jalan ma'rifatullah lewat gejala alam ini baik di langit dan bumi.Imam Syafi'i berkata : "Ikatlah ilmu dengan menuliskannya." Semoga tulisan saya bisa berguna bagi kita semua. Wallahu'alam bishshowab. Wassalamu 'alaikum Wr.Wb.
Lihat profil lengkapku

Arsip Blog

  • ►  2025 (2)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
  • ►  2024 (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2023 (3)
    • ►  November (2)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2022 (1)
    • ►  Mei (1)
  • ►  2021 (1)
    • ►  Oktober (1)
  • ►  2020 (5)
    • ►  April (3)
    • ►  Februari (1)
    • ►  Januari (1)
  • ▼  2019 (7)
    • ►  Oktober (1)
    • ▼  Juli (2)
      • KEARIFAN LOKAL DALAM MENENTUKAN AWAL MUSIM KEMARAU...
      • PEMAHAMAN TENTANG MJO (MADDEN JULIAN OSCILLATION)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2018 (2)
    • ►  September (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2017 (2)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2015 (2)
    • ►  November (1)
    • ►  Januari (1)
  • ►  2014 (2)
    • ►  Desember (1)
    • ►  Agustus (1)
  • ►  2013 (5)
    • ►  September (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2012 (9)
    • ►  November (3)
    • ►  Agustus (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  Februari (1)
  • ►  2011 (3)
    • ►  November (1)
    • ►  September (1)
    • ►  Maret (1)
  • ►  2010 (6)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  Juli (1)
    • ►  Mei (1)
    • ►  April (3)
  • ►  2009 (26)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (1)
    • ►  September (3)
    • ►  Agustus (4)
    • ►  Juli (2)
    • ►  Juni (1)
    • ►  Mei (2)
    • ►  April (3)
    • ►  Maret (1)
    • ►  Februari (2)
    • ►  Januari (5)
  • ►  2008 (7)
    • ►  Desember (2)
    • ►  November (3)
    • ►  Oktober (1)
    • ►  September (1)

Pengikut

Tema Jendela Gambar. Diberdayakan oleh Blogger.