Selasa, 29 Oktober 2019

NERACA ENERGI DI PERMUKAAN BUMI DAN PENGAMATAN RADIASI MATAHARI DENGAN ALAT ASRS


Gambar 1. Beberapa energi terbarukan dan energi tak terbarukan

Energi terbarukan (renewable energy/ ath-thaqah al-mutajaddadah) merupakan kebutuhan yang sangat penting. Ikhtiar ilmiah pengolahan energi terbarukan adalah pilihan terbaik untuk dilakukan mengkaji energi terbarukan dalam perspektif Islam (fikih). Salah satu energi terbarukan yang dapat dikembangkan di Indonesia adalah energi dari radiasi matahari. Sumber energi tersebut adalah sumber energi penting yang ramah lingkungan, tidak mencemari lingkungan, dan tidak memberikan kontribusi terhadap perubahan iklim serta pemanasan global (Ghazali et al., 2017). Saat ini penggunaan energi terbarukan di Indonesia baru sekitar 6,8% dalam bauran energi final. Pemerintah masih harus terus mendorong pengembangan energi tersebut. Indonesia terletak di daerah ekuator yang mempunyai surplus dalam penerimaan energi radiasi matahari, potensial luar biasa dibandingkan daerah lain di lintang tinggi.


Gambar 2. Gambaran pengolahan energi radiasi surya


Menurut Ghazali et al., 2017, di dalam Al Qur'an membahas energi terbarukan. Ayat-ayat al-Qur’an dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum bahwa al-Qur’an juga tidak lepas dari pembahasan mengenai energi.


“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari.” (QS. asy-Syams: 1).

“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. an-Nur (24): 35).

“Dan Allah menciptakan padanya bulan sebagai cahaya dan menjadikan matahari sebagai pelita.” (QS. an-Nuh [71]: 16)
“Dia lah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya dan ditetapkan-Nya manzilah-manzilah (tempat-tempat) bagi perjalanan bulan itu, supaya kamu mengetahui bilangan tahun dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan yang demikian itu melainkan dengan hak, Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya) kepada orang-orang yang mengetahui.” (QS. Yunus [10]: 5).

Neraca Energi di Permukaan Bumi

Matahari adalah sumber kekuatan penggerak (driving force) iklim kita, maka penelitian tentang neraca energi sangat penting untuk dapat memahami komplektivitas energi matahari dan keseimbangan termal di Bumi.

Neraca energi radiasi matahari tahunan menggambarkan perbandingan secara global insolasi matahari (penyerapan radiasi matahari)  dan radiasi terestrial inframerah (emisi inframerah). Transfer energi terjadi melalui panas yang sensible dan panas laten. Panas laten dari evaporasi di lautan sangat dominan dibandingkan panas sensible yang hanya beberapa persen berkontribusi dalam fluks panas. Surplus di daerah ekuator ini diteruskan melalui transfer panas dari daerah ekuator menuju daerah lintang tinggi (Gambar 3).

Gambar 3. Neraca energi radiasi matahari tahunan 


Neraca energi di permukaan berhubungan erat dengan kehidupan kita. Neraca energi permukaan dapat disampaikan dengan persamaan matematika sederhana :

Rn = Rs in + Rl in - Rs out - Rl out

Dimana Rn adalah radiasi neto untuk (Rs in) berupa gelombang pendek datang, (Rl in) berupa gelombang  panjang datang dikurangi nilai radiasi gelombang pendek keluar dan gelombang panjang keluar (Rs out dan Rl out).

Radiasi matahari berdasarkan sifat alamiah dan elektromagnetiknya terbagi atas dua macam yaitu :
  1. Radiasi matahari yang datang (incoming short radiation) dalam bentuk gelombang pendek.
  2. Radiasi matahari yang keluar (outgoing long radiation) dalam bentuk gelombang panjang
Albedo adalah besaran yang menyatakan perbandingan antara intensitas radiasi matahari yang datang ke permukaan bumi dan yang dipantulkan kembali ke angkasa.

Berikut gambaran skema radiasi gelombang pendek dan radiasi gelombang panjang di permukaan bumi :

Gambar 4. Skema radiasi gelombang pendek
Sumber : https://slideplayer.info/slide/11997277/


Gambar 5. Skema radiasi gelombang panjang

Energi radiasi yang dipancarkan energi tidak semua sampai ke permukaan. Dari 100% radiasi (insolasi) yang dipancarkan oleh matahari, hanya 46 % yang sampai secara langsung ke permukaan sedangkan 23% diserap oleh atmosfer dan 29% direfleksikan. 6% dipantulkan kembali oleh permukaan, 18% diserap udara (uap, air, debu dan ozon), 4% diserap awan, 16% dipantulkan awan, dan 8% dipantulkan oleh udara. Pemetaan ini dinamakan neraca radiasi matahari. Neraca energi merupakan kesetimbangan dinamis antara masukan energi dari matahari dengan kehilangan energi oleh permukaan setelah melalui proses-proses yang kompleks.

Gambar 6. Neraca energi di permukaan bumi

Penman (1948) menggambarkan neraca energi di permukaan bumi dengan persamaan sederhana fluks energi yang datang dan keluar sebagai berikut :

Rn = LE + H + G

Dimana Rn adalah besarnya radiasi neto/ fluks energi radiasi neto yang datang (W/m2), LE adalah fluks panas laten yang sampai di udara (W/m2), H adalah fluks panas sensibel yang sampai di udara (W/m2) dan G adalah fluks panas yang sampai ke permukaan tanah (badan air) (W/m2).

Gambar 7. Ilustrasi neraca energi di permukaan tanah

Gambar 8. Persamaan neraca energi di permukaan tanah 


Sensible heat adalah panas terasa yang dapat dirasakan tubuh manusia dan terukur oleh termometer. Latent heat (panas bahang) adalah panas yang tersembunyi, hingga terjadi perubahan fase air. Misalnya : peristiwa evaporasi, air berubah fase menjadi uap membutuhkan sejumlah energi, dan energi yang dipakai tersimpan sebagai panas laten. Pada saat terjadi kondensasi, uap menjadi embun disertai energi laten dilepas ke alam.

Mengenal ASRS

Automatic Solar Radiation Station (ASRS) instrumen yang digunakan BMKG untuk mengetahui intensitas radiasi yang jatuh pada permukaan bumi baik yang langsung maupun yang dibaurkan oleh atmosfer.  ASRS difokuskan pada radiasi matahari gelpmbang pendek.  Pengukuran radiasi matahari secara langsung dilakukan oleh sensor yang terdapat pada ASRS. Data yang tertampung terkumpul dalam logger akan langsung dikirimkan setiap 10 menit sekali.

Komponen hardware yang ada di dalam ASRS meliputi 3 unit pyranometer, 1 unit pyrheliometer dan 1 unit sun tracker. Komponen output yang bisa didapatkan adalah : radiasi difusi (W/m2), radiasi langsung (W/m2), radiasi global (W/m2), radiasi pantulan (W/m2), radiasi net (W/m2), lama penyinaran (menit) dan sudut datang radiasi (°).

Radiasi matahari yang teramati atau terukur dengan alat dapat dibagi menjadi 3 yaitu :
  1. Radiasi Direct Beam (Ib)/ radiasi langsung, yaitu radiasi matahari yang masuk ke atmosfer bumi dan langsung jatuh teramati di permukaan bumi.
  2. Radiasi Diffuse (Id)/ radiasi baur, yaitu radiasi matahari yang masuk ke atmosfer bumi yang kemudian diserap, dihamburkan atau dipantulkan oleh uap air, partikel debu ataupun polutan di atmosfer yang kemudian terukur/ teramati di permukaan bumi.
  3. Radiasi global adalah radiasi matahari yang diterima permukaan bumi, baik berupa radiasi langsung maupun radiasi baur. Sehingga radiasi global dapat dijelaskan sebagai berikut :
 Radiasi Global = Ib + Id
Karakterisasi sumber energi matahari sangat penting dalam pengukuran aplikasi radiasi matahari. Radiasi di permukaan dijelaskan dengan tiga komponen yaitu : DNI, DHI dan GHI Pengukuran insitu radiasi matahari tersebut dapat dihitung dengan bagaimana radiasi matahari mencapai permukaan Bumi dengan berbagai jalan tersebut (Po et al., 2018).
  1. DNI (Direct Normal Irradiance) adalah jumlah radiasi matahari yang diterima per satuan luas oleh permukaan yang tegak lurus atau normal terhadap sinar datang dari arah matahari. 
  2. DHI (Diffuse Horizontal Irradiance) adalah jumlah radiasi matahari yang diterima per satuan luas (yang tidak ternaungi atau terhalang bayangan) yang tidak sampai secara langsung tapi terhablurkan (scattered) oleh partikul dan molekul di atmosfer. 
  3. GHI (Global Horizontal Irradiance) adalah jumlah radiasi gelombang pendek yang diterima di atas permukaan tanah yang horizontal.
Nilainya tergantung pada nilai DNI dan DHI dengan rumus sebagai berikut :

Global Horizontal (GHI) = Direct Normal (DNI) X cos(θ) + Diffuse Horizontal (DHI)

Gambar 6. Komponen radiasi matahari GHI, DHI dan DNI 
(sumber : https://firstgreenconsulting.wordpress.com/)


Gambar 7. Mekanisme GHI, DHI dan DNI (Joshi dan Patel, 2015).

Alat pengukur ASRS akan dapat mengukur ketiga komponen radiasi matahari  GHI, DHI dan DNI. 
Sistem ini memerlukan peralatan berupa :
  1. Pyranometer  untuk menghitung GHI
  2. Pyranometer yang dinaungi untuk menghitung DHI
  3. Pyrheliometer untuk menghitung DNI
Pengukuran GHI dilakukan dengan pyranometer sebagai sensor pengukur radiasi global. Alat ini digunakan sebagai alat acuan karena pengukurannya yang akurat. Penggunaan sensor ini sangat penting dalam pengukuran radiasi matahari. Dianjurkan hanya menggunakan alat yang telah diklasifikasi dan dikalibrasi untuk mendapatkan hasil yang paling akurat. Pyranometer ini ditempatkan di atas tiang tanpa ada penghalang.

Pengukuran DHI dilakukan dengan menggunakan Pyranometer yang dipasang pada sun tracker. Sensor sun tracker akan mengikuti arah matahari, mengukur langsung radiasi yang dihasilkan oleh sinar matahari tanpa terhalang awan. Alat ini juga dilengkapi dengan sensor penangkap sinar pantulan. Alat ini juga mengikuti arah matahari dari  terbit hingga terbenam. Sensornya secara otomatis  akan mengarah ke matahari. Pyranometer ini dipasang horizontal terhadap permukaan tanah. Radiasi difusi adalah radiasi gelombang pendek yang tersebar karena difusi radiasi langsung oleh awan, molekul udara, butir butir air, dan partikel yang tersuspensi di udara.

Pengukuran DNI di alat ASRS mewakili komponen radiasi matahari langsung yang mempunyai 80% dari jumlah neraca radiasi di Bumi. Di luar atmosfer irradiasi matahari dianggap konstan (1367 W/m2), dengan fluktuasi yang sedikit selama siklus 11 tahun. DNI di permukaan bumi bervariasi karena kondisi atmosfer (awan, aerosol, uap air dan molekul). Sensor di pyrheliometer didesain untuk menangkap radiasi matahari yang datang dengan sudut normal (DNI). Untuk mendapatkan radiasi ini, digunakan sun tracker berpasangan dengan pyrheliometer.


Gambar 6. Pyrheliometer dan Sun Tracker di Stasiun Klimatologi Banjarbaru


Gambar 7. Bagian dari sun tracker : kaki, badan robotic dan lengan, GPS, sun sensor, lempengan pemasangan sensor (top mounting plate), Lengan pembuat bayangan (shading arm) dan microcomputer serta modul input output.

Gambar 8. Bagian dari Pyrheliometer

Gambar 9. Pyranometer untuk radiasi global (atas) dan untuk menghitung radiasi difusi (bawah) di Stasiun Klimatologi Banjarbaru



Gambar 10. Bagian dari Pyranometer

Pyranometer adalah sensor dengan permukaan hitam dan thermophile yang mengkonversikan perbedaan temperatur yang terjadi menjadi voltase listrik. Pyrheliometer adalah sensor yang memiliki prinsip kerja sama dengan pyranometer, tetapi pyrheliometer tidak memiliki sudut penangkap radiasi 180 derajat, melainkan sensor ini menangkap radiasi matahari yang datang (DNI). Sun tracker adalah alat berupa lengan robot yang dapat mengarahkan lengannya kepada matahari dalam sudut normal.

Radiasi neto adalah nilai radiasi yang dihitung dengan pengurangan nilai radiasi global dengan nilai radiasi pantulan. Nilai ini juga disebut nilai albedo. Pada malam hari, nilai radiasi neto terkadang menunjukkan nilai minus. Hal ini diakibatkan oleh radiasi gelombang panjang yang dikeluarkan oleh bumi dan tertangkap oleh pyranometer.


Gambar 11. Tampilan di monitor komputer ASRS

Tampilan di PC untuk ASRS pada gambar 11. Warna merah menunjukkan radiasi global sedangkan warna kuning bagian atas DNI dan warna kuning bagian bawah radiasi neto.


Gambar 12. Tampilan hasil dari alat ASRS

Hasil dari alat ASRS meliputi nama stasiun bersangkutan (Gambar 12). Azimut dan altitude untuk menentukan nilai yang didapatkan oleh sun tracker Nilai ini menunjukkan posisi matahari relatif terhadap posisi alat (lintang, bujur) dan waktu (tahun, bulan, tanggal, jam, menit, detik) di mana alat berada. Diffuse, DNI dan global_rad. menunjukkan nilai DHI, DNI dan GHI, reflective_rad menunjukkan radiasi pantulan serta sunshine menunjukkan lama penyinaran matahari.
Gambar 13. Ilustrasi dari penelitian Po et al., 2018 yang menunjukkan posisi sapuan RSB (rotaring shadow band) pada alat ASRS yang lebih canggih untuk menentukan GHI dan DHI

Pengolahan data radiasi matahari dapat digunakan untuk mendapatkan informasi potensi radiasi surya antara lain : berapa nilai maksimum, minimum dan ekstremnya, jam berapa radiasi dapat kita peroleh secara maksimal, kapan bulan efektif untuk menggunakan radiasi surya.

Contoh pengolahan sebagai berikut :

Gambar 14. Contoh pengolahan data dari ASRS (Hermawanto, 2019)


Sumber :

https://www.ammonit.com/en/products/sensors/solar-sensors-pyranometers diakses 16 Oktober 2019.

https://www.e-education.psu.edu/earth540/content/c4_p2.html  diakses 23 Oktober 2019.

https://eko-eu.com/products/solar-energy/ diakses 15 Oktober 2019.

https://firstgreenconsulting.wordpress.com/2012/04/26/differentiate-between-the-dni-dhi-and-ghi/ diakses 30 September 2019.

https://slideplayer.info/slide/11997277/ neraca energi matahari dan bumi diakses 17 Oktober 2019.

https://www.slideshare.net/FundacionAreces/raymond-desjardins-impacto-de-la-agricultura-sobre-el-cambio-climtico diakses 23 Oktober 2019.

Hermawanto A. 2019. Pemanfaatan Data Iklim untuk Informasi  Energi Terbarukan (Energi Surya). Pusat Layanan Iklim Terapan BMKG. Jakarta.


Ghazali AM, Ubaid A, Wardhana AR, Masud I, Mohammad J, Ma'afi M, Wahid M, Budiarto R. 2017
Fikih Energi Terbarukan - Pandangan dan Respons Islam atas Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). KEMALA - Konsorsium Energi Mandiri Lestari. Jakarta - Yogyakarta.

Joshi A, Patel RJ. 2015. Installation and Commissioning of an Automatic Solar Radiation Monitoring System (ASRMS). Technology Development Article March - April 2015

Po JM, Hoogendijk K, Beuttell W, Kazunori S, Takeuchi E. 2018. Direct Spectral Irradiance Measurements from Rotating Shadowband EKO Grating Spectroradiometer. IEEE 7th World Conference on Photovoltaic Energy Conversion (WCPEC)  RSB conference proceedings.





Tidak ada komentar: