Partikulat merupakan salah satu polutan yang dapat menyebabkan penurunan kualitas udara. Partikulat matter 2.5 (PM2.5) adalah partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2.5 mikron (mikrometer). Berbeda dengan PM10 yang berukuran lebih besar, dengan diameter kurang dari 10 mikron (mikrometer).
Gambar 1. Ilustrasi ukuran PM2.5
Mengapa Monitoring Kualitas Udara dengan PM2.5?
Pemantauan dan monitoring partikulat PM2.5 sangat penting. Ukuran partikulat PM2.5 sangat kecil di bawah diameter 2.5 mikrometer. Ukuran tersebut memungkinkan partikulat akan tetap bertahan di udara dalam waktu yang lama dan dapat menembus ke dalam saluran pernafasan manusia. Dalam jangka yang panjang PM2.5 dapat menyebabkan dampak yang membahayakan, memasuki saluran pernafasan dan mengganggu kesehatan. Akibat terpaparnya dalam jangka panjang di tubuh manusia, menyebabkan iritasi saluran pernapasan, peningkatan risiko penyakit pernapasan seperti asma dan bronkitis, serta penyakit kardiovaskular. Monitoring PM2.5 di suatu daerah akan memberikan informasi yang penting bagi potensi dampak kesehatan karena polutan secara signifikan. Menurut WHO PM adalah indikator proksi umum untuk polusi udara. Ada bukti kuat untuk dampak kesehatan negatif yang terkait dengan paparan polutan ini.
Menurut Basith (2022), PM2.5 mempunyai risiko kesehatan yang lebih besar daripada PM10. Ukuran yang lebih kecil memberikan efek yang lebih besar, karena fraksi tersebut memiliki luas permukaan reaktif yang lebih besar dan dapat berinfiltrasi jauh ke dalam alveoli paru dan kemudian berpotensi ke dalam aliran darah.. Ketika PM 2.5 dihirup, menembus jauh ke dalam saluran pernapasan bagian bawah dan mencapai darah dan organ lain melalui translokasi melalui reseptor membran.
Dalam jangka pendek dapat menyebabkan iritasi pada mata, hidung, kulit, dan tenggorokan, serta gejala pernafasan seperti batuk, dada sesak. PM2.5 juga dapat memperburuk penyakit pernapasan yang sudah ada sebelumnya seperti asma dan penyakit paru obstruktif kronik (COPD). Paparan PM2.5 dalam jangka pendek dapat memicu masalah kesehatan yang lebih serius seperti serangan asma, eksaserbasi PPOK, dan kejadian kardiovaskular seperti masalah jantung, eksaserbasi gagal jantung dan stroke (Gambar 2).
Dalam jangka panjang PM2.5 dapat menyebabkan kondisi pernafasan kronis seperti asma, penyakit paru obstruktif kronik (COPD), dan bronkitis. Paparan PM2.5 dalam jangka panjang juga dikaitkan dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular, termasuk serangan jantung, stroke dan gagal jantung. Paparan PM2.5 dalam jangka panjang juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker paru-paru dan kanker pernapasan lainnya.
Sumber Polutan
Sumber polusi dari PM2.5 dapat berasal dari berbagai sumber, terutama aktivitas manusia dan juga faktor alam. Aktivitas manusia sumber polutan paling besar yaitu pembakaran bahan bakar fosil, industri, transportasi, dan pembakaran rumah tangga. Sumber PM2.5 dari kegiatan alami antara lain dari debu misalnya dari, serbuk sari, vulkanik dan partikulat yang terbentuk dari proses alami. Melalui pemantauan PM2.5 dapat memahami kontribusi dari berbagai sumber polusi dan mengambil tindakan yang tepat terhadap risiko paparan polutan tersebut. Sumber PM2.5 antara lain berasal dari :
- Kendaraan bermotor. Pembakaran dari emisi pembakaran bensin, minyak, solar atau kayu menghasilkan sebagian besar polusi PM2.5 yang ditemukan di udara luar ruangan dan sejumlah besar PM10.
- Pembakaran terbuka, penyumbang polusi yang berdampak pada kualitas udara. Bersumber dari bangunan/kegiatan yang melakukan pembakaran dengan asap yang pekat.
- Debu yang berasal dari PM10. Dapat berasal dari konstruksi bangunan, tempat pembuangan sampah, hasil pertanian atau debu yang tertiup angin di lahan yang terbuka.
- Kebakaran hutan dan lahan. juga dapat menyebabkan partikel ini di sekitar udara kejadian karhutla. Partikel PM2.5 dari sumber alam dapat meliputi debu, serbuk sari, gunung berapi dan partikel yang terbentuk melalui proses alam seperti kebakaran hutan.
- Asap pembuangan pabrik, yang berasal dari pabrik atau industri yang mengeluarkan PM2.5.
- Pembakaran batu bara, emisinya juga dapat menghasilkan PM2.5.
- Debu konstruksi dan jalan yang tidak diaspal. Debu yang dihasilkan dari proyek konstruksi dan pekerjaan lainnya juga dapat menjadi sumber PM2.5
Regulasi PM2.5
Regulasi dan standarisasi partikulat PM2.5 telah ditetapkan Organisasi kesehatan dan lingkungan di dunia (WHO), dengan ambang batas dan pedoman tertentu untuk konsentrasi PM2.5 yang dianggap aman untuk manusia dan lingkungan. Monitoring konsentrasi PM2.5 dapat sebagai evaluasi tingkat polusi di suatu daerah apakah tingkat polusi udara pada tingkat yang melewati ambang batas atau pada kriteria yang tidak sehat atau berbahaya, sehingga instansi yang berwenang dapat menyampaikan peringatan dini. Informasi dari pemantauan PM2.5 membantu dalam pengambilan keputusan dan upaya untuk meningkatkan kualitas udara dan kesehatan manusia secara keseluruhan.
Secara global, di dalam PM2.5 terdapat komponen black carbon yang dapat memperburuk perubahan iklim. Makin tinggi kandungan PM 2.5 semakin kuat juga pengaruhnya terhadap perubahan iklim.
Studi Kasus : Keadaan PM2.5 ketika Kebakaran Hutan pada Kejadian El Nino
Di Kalimantan, Sumatera dan beberapa daerah lain di Indonesia, kebakaran hutan berdampak serius pada kesehatan masyarakat, penghidupan dan kelestarian lingkungan di Indonesia. Tahun saat kejadian El-Nino misalnya 1997-1998 kebakaran hutan di lahan gambut menyebabkan kabut asap yang luas. Studi kasus kebakaran hutan yang sama juga terjadi saat tahun 2015 di Kalimantan dan Sumatera, Wooster et al., 2018 menyebutkan besarnya emisi yang dilepaskan dari PM2.5 mencapai 9.1 +- 3.5 Teragram/m³.
Gambar 3. Konsentrasi PM2.5 Saat Kejadian Ekstrem di Kalimantan (September - Oktober 2015)
(Wooster et al., 2018)
Dari tulisan di atas, pentingnya informasi PM2.5 sebagai acuan seberapa parah keadaan kualitas udara di Kalimantan saat kejadian kabut asap. Informasi PM2.5 akan sangat banyak manfaatnya terutama pada saat kejadian ekstrem di saat musim kemarau. Kabut asap umumnya terdiri dari partikel-partikel dalam kategori PM2.5, yaitu dengan ukuran sangat kecil. Ketika terjadi kabut asap, partikel-partikel PM2.5 ini menjadi terlarut di udara dan menyebabkan penurunan kualitas udara yang signifikan. Kabut asap adalah kondisi di mana partikel-partikel kecil dan zat-zat kimia terhirup dalam jumlah besar di udara, menciptakan keadaan yang berawan dan berbau menyengat. Kabut asap biasanya terjadi akibat kebakaran hutan, pembakaran lahan, atau kegiatan industri yang menghasilkan polusi udara.
Siapa saja yang bertanggung jawab memonitoring observasi PM 2.5?
Dampak negatif PM2.5 yang sangat besar, maka perlu adanya pengamatan dan monitoring terhadap PM2.5. Pengukuran langsung menggunakan alat pengukur kualitas udara di stasiun pemantau memberikan data yang sangat akurat dan spesifik mengenai konsentrasi PM2.5. Informasi yang tepat waktu dan detail kepada masyarakat dan pengambil kebijakan. Observasi langsung PM2.5 penting untuk akurasi data pada titik tertentu, mendalam, dan cepat tanggap terhadap peringatan terkait kualitas udara lokal.
Informasi ini dapat lebih bermanfaat bila ditambahkan dengan pengamatan melalui penginderaan jauh, yang bisa memberikan gambaran yang lebih luas, meskipun resolusi yang lebih rendah. Penginderaan jauh juga lebih mudah diakses dan bisa digunakan memantau dan memprakiraan konsentrasi PM2.5. Teknologi satelit dapat digunakan untuk estimasi PM2.5 secara tidak langsung melalui parameter atmosferik (AOD/Aerosol Optical Depth). Dengan kemajuan dalam teknologi citra satelit dan algoritma pembelajaran mesin (Machine Learning), prediksi kualitas udara akan lebih akurat, memberikan data penting bagi perencanaan kebijakan lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Partikel PM2.5 telah menjadi fokus penting dalam regulasi dan standar kualitas udara di banyak negara. Organisasi kesehatan dan lingkungan telah menetapkan ambang batas dan pedoman terkait konsentrasi PM2.5 yang dianggap aman untuk kesehatan manusia dan lingkungan. Dengan memantau konsentrasi PM2.5, kita dapat mengevaluasi apakah tingkat polusi udara memenuhi standar yang ditetapkan dan mengambil tindakan yang diperlukan jika terjadi pelanggaran. PM2.5 juga menjadi indikator kunci untuk sistem peringatan dini polusi udara di musim kemarau. Dengan memantau PM2.5 secara real-time, BMKG dapat memberikan peringatan dini kepada masyarakat mengenai potensi polusi udara ekstrem. Informasi ini membantu masyarakat mengambil langkah-langkah pencegahan, seperti mengurangi aktivitas luar ruangan atau menggunakan masker saat kualitas udara memburuk.
BMKG salah satu instansi yang bertanggung jawab terhadap monitoring kualitas udara di Indonesia, melakukan monitoring terhadap partikulat. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) juga mempunyai tanggung jawab itu. Perbedaannya, BMKG lebih fokus pada pengamatan, peringatan dini dan penyebaran informasi kualitas udara sebagai bagian dari tugas dan fungsinya dalam bidang meteorologi, klimatologi, dan geofisika (MKKuG). Sementara itu, DLH lebih fokus pada pengawasan, pengendalian, dan upaya perbaikan kualitas udara untuk menjaga kesehatan masyarakat dan lingkungan hidup di daerahnya.
Menurut BMKG, kriteria ambang batas konsentrasi PM2.5 sebagai berikut :
- Baik : 0 – 15 µgram/m³
- Sedang : 16 – 65 µgram/m³
- Tidak Sehat : 66 – 150 µgram/m³
- Sangat Tidak Sehat : 151 – 250 µgram/m³
- Berbahaya : > 250 µgram/m³
Nilai Ambang Batas (NAB) adalah Batas konsentrasi polusi udara yang diperbolehkan berada dalam udara ambien. NAB PM2.5 = 65 µgram/m³.
Alat Pemantau PM2.5
Untuk mengukur polusi PM2.5, para ahli menggunakan instrumen khusus yang dapat memonitor partikel. Monitoring ini mengumpulkan sampel udara dan menganalisisnya untuk menentukan konsentrasi partikel PM2.5 di udara ambien. Konsentrasi PM2.5 dijelaskan dalam mikrogram per meter kubik (µg/m³). Stasiun pemantauan ditempatkan secara strategis di berbagai lokasi untuk mengumpulkan data komprehensif tentang tingkat polusi PM2.5, memungkinkan para ilmuwan, pembuat kebijakan, dan masyarakat umum untuk memahami tingkat keparahan polusi ini dan mengambil tindakan yang tepat.
Menurut Vallero (2014), ada beberapa metode untuk menghitung PM (Particulate Matter) melalui metode pengambilan sampel dan analisisnya, yakni : gravimetri, BAM (Beta Attenuation Monitor), pantulan/hamburan cahaya (Light Scattering) dan TEOM (Tapered Element Oscillating Microbalance).
- Gravimetri metode standar yang digunakan dalam perhitungan nilai PM dengan memakai filter menangkap PM, diukur massa sebelum dan sesudah paparan udara. Pengukuran ini akurat tetapi memerlukan waktu lama dan kondisi laboratorium. Gravimetri sebagai acuan untuk menetapkan ambang batas PM2.5 dan PM10.
- BAM (Beta Attenuation Monitor) dengan cara mengukur penyerapan radiasi Beta oleh partikel di filter, yang kemudian dikonversi menjadi massa.
- Light Scattering, dengan cara deteksi hamburan cahaya laser oleh partikel. Biasanya menggunakan alat Nephelometer atau Optical Sensor. Intensitas hamburan dikonversi ke estimasi konsentrasi PM2.5.
- TEOM (Tapered Element Oscillating Microbalance), mengukur perubahan frekuensi osilasi akibat akumulasi PM pada filter (karena penambahan massa partikel) yang dihitung menjadi konsentrasi PM2.5 (µg/m³).
Salah satu yang banyak digunakan dalam pengukuran PM2.5 adalah BAM (Beta Attenuation Monitor). BAM-1020 secara otomatis mengukur dan mencatat tingkat konsentrasi partikel di udara (dalam miligram atau mikrogram per meter kubik) menggunakan prinsip atenuasi sinar beta. Informasi alat ini secara detil dapat dilihat di sini
BAM salah satu metode yang banyak digunakan untuk memantau konsentrasi PM10 dan PM2.5 secara otomatis. Penggunaan BAM memungkinkan untuk melakukan pengukuran selama 24 jam dan secara real-time di udara ambien. BAM lebih akurat dibandingkan dengan light scattering. BAM dilengkapi dengan sistem mengontrol kelembapan udara pada filter sehingga dapat mengurangi kesalahan pengukuran akibat pengaruh air.
Gambar 4. Instrumens BAM 1020
Gambar 5. Shelter PM2.5
Alat yang digunakan BMKG MetOne BAM 1020 memiliki prinsip kerja menggunakan BAM secara otomatis mengukur dan mencatat tingkat partikulat di udara menggunakan Atenusi sinar Beta yaitu pelemahan partikel Beta melalui materi padatan yang terkumpul pada fiber. Fiber dalam satu volume udara ambien yang dihisap oleh pompa. Materi dalam fiber itu disebut sebagai PM2.5 yang diisap oleh pompa. Instrumen ini alat yang diletakkan dalam sebuah shelter (Gambar 5).
Shelter adalah struktur pelindung tempat alat pemantau kualitas udara ditempatkan. Biasanya berupa kontainer kecil, rumah kayu/logam, atau kabinet khusus dengan sistem ventilasi dan kontrol suhu di dalamnya. Kegunaan shelter untuk melindungi alat dari hujan, angin, debu, sinar matahari langsung dan kondisi ekstrem lainnya serta gangguan luar lainnya, sehingga memudahkan pemeliharaan. Shelter pada sistem pemantauan kualitas udara seperti BAM MetOne 1020 punya peran yang sangat penting untuk menjaga performa alat dan keakuratan data. Di dalam shelter biasanya dilengkapi dengan power supply dan backup (UPS), AC dan rak alat/wiring panel. Di dalam ruangan itu harus dijaga suhu (T) dan kelembapan udara (RH) dalam keadaan yang stabil agar alat bekerja optimal.
Menurut Vallero (2014), tantangan dalam pengukuran PM2.5 yakni variabilitas ukuran, bentuk dan komposisi partikulat dapat berpengaruh pada akurasinya. Kondisi lingkungan (kelembapan udara dan suhu) dapat mengubah massa partikel, maka keduanya haruslah dijaga. Maka penting sekali memilih metode pengukuran sesuai dengan tujuan (apakah monitoring real-time, penelitian secara khusus atau untuk kepatuhan regulasi). Perlu juga kalibrasi dan validasi alat yang rutin untuk data yang handal.
Pemantauan PM2.5 Secara Realtime
A. Melalui BMKG
Ada beberapa web yang dapat digunakan memantau PM2.5 secara langsung. Informasi PM2.5 di Indonesia pantauan BMKG dapat diperoleh melalui web BMKG atau iklim BMKG. Berikut adalah tampilan di web iklim BMKG tersebut (Gambar 6).
Gambar 6. Tampilan informasi PM2.5 di web iklim BMKG
Di dalam website https://iklim.bmkg.go.id/ (Gambar 6 atas) tersebut dijelaskan lokasi alat untuk pengamatan kualitas udara PM2.5 secara real-time, kategori konsentrasi PM2.5 di setiap lokasi, daerah mana saja yang paling tinggi konsentrasi PM2.5 dan diwaspadai. Dijelaskan dinamika konsentrasi PM2.5 secara diurnal di lokasi tertentu, sehingga dapat dilihat keadaan kualitas udara saat pagi, siang, sore ataupun malam hari. Selain itu dijelaskan secara detil prediksi secara spasial konsentrasi PM2.5 berdasarkan model, baik di Jakarta maupun seluruh Indonesia (Gambar 6 bawah).
Informasi PM2.5 juga dapat diperoleh melalui sumber website lainnya antara lain :
B. IQAir (Air Visual)
Platform populer dengan data real-time dan peringkat kota berdasarkan polusi PM2.5. Perhitungan menggunakan AQI (Air Quality Index) yang digunakan di Amerika Serikat. AQI menghitung berdasarkan nilai konsentrasi polutan utama: PM2.5, PM10, Ozon (O₃), Nitrogen Dioksida (NO₂), Sulfur Dioksida (SO₂), dan Karbon Monoksida (CO). Nomor AQI ditetapkan berdasarkan polutan udara dengan nomor AQI tertinggi pada saat kualitas udara diukur. Hanya polutan yang tersedia di stasiun pemantauan kualitas udara tertentu yang diukur.
Tampilan IQAir menggunakan warna yang intuatif (hijau = baik; kuning = sedang; merah = berbahaya). Pemantauan kualitas udara (PM2.5, PM10, O₃, NO₂ dan lain-lain) dengan akurasi tinggi dan visualisasi interaktif.
C. WAQI/ AQICN
AQICN adalah platform online yang menyediakan informasi kualitas udara (AQI) secara real-time di seluruh dunia (termasuk PM2.5). AQICN menggunakan data real-time berbasis stasiun resmi pengukuran kualitas udara di seluruh dunia. Di Kalimantan Selatan sampai dengan Mei 2025, ada 5 titik pengukuran kualitas udara, 2 oleh BMKG di Kota Banjarbaru dan Kotabaru, dan 3 oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di Kab. Tabalong, Marabahan dan Kota Banjarmasin.
Pantauan PM2.5 Melalui Aplikasi Mobile Phone
A. Info BMKG
Aplikasi ini menyediakan informasi lengkap tentang cuaca, iklim, kualitas udara termasuk konsentrasi PM2.5, dan gempa bumi di seluruh Indonesia. Aplikasi ini dapat didownload di Playstore atau Apple App Store. Menyediakan data kualitas udara nasional termasuk konsentrasi PM2.5 secara near real-time dari seluruh jaringan pemantauan BMKG. Informasi PM2.5 dapat ditemukan secara real-time disertai dengan kriteria dan daerahnya.
ISPUNet KLHK adalah aplikasi berbasis Android dan iOS yang dikembangkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk memantau kualitas udara secara real-time di Indonesia. Aplikasi ini menampilkan data Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU) dari stasiun pemantau otomatis (AQMS) di Indonesia, mencakup 7 parameter seperti PM2.5, PM10, CO, NO2, SO2, O3, dan HC.
Gambar10. Tampilan informasi kualitas udara di aplikasi ISPUNet KLHK
C. Nafas Indonesia
Nafas Indonesia adalah aplikasi pemantauan kualitas udara secara real-time di Indonesia yang dikembangkan oleh PT. Nafas Indonesia, perusahaan yang bergerak dalam pengembangan teknologi, instalasi sensor udara, analisis data, dan operasional aplikasi Nafas Indonesia. Nafas Indonesia memiliki lebih dari 200 sensor di beberapa kota di Indonesia. Aplikasi ini didirikan oleh Piotr Jakubowski dan juga Nathan Roestandy sejak tahun 2020. Tiga prinsip utama Nafas Indonesia yaitu :
- Membuat data kualitas udara dapat diakses dengan mudah oleh seluruh warga, bukan hanya yang tinggal di Jakarta.
- Meningkatkan kesadaran tentang masalah kesehatan yang terkait dengan polusi udara.
- Memberikan solusi dan rekomendasi untuk melindungi diri kita dan keluarga di kota yang berpolusi
Perhitungan PM2.5 di Nafas Indonesia menggunakan AQI (Air Quality Index) yang digunakan di Amerika Serikat. AQI menghitung berdasarkan nilai konsentrasi polutan utama: PM2.5, PM10, Ozon (O₃), Nitrogen Dioksida (NO₂), Sulfur Dioksida (SO₂), dan Karbon Monoksida (CO).
Plume Labs adalah aplikasi yang dapat memberikan informasi kualitas udara secara online dan real-time. Plume Labs pertama kali didirikan oleh Romain Lacombe dan David Lissmyr tahun 2014 di Paris, Perancis. Pada Januari 2022, Plume Labs diakuisisi oleh AccuWeather, perusahaan cuaca dan media digital global di AS. Sekarang, Plume Labs masih beroperasi sebagai pusat data iklim dan lingkungan di dalam grup AccuWeather.
Sumber :
Web :
https://www.bmkg.go.id/kualitas-udara/pm25
https://www.challenges.fr/entreprise/start-up/plume-labs-la-start-up-qui-mesure-la-pollution-de-l-air-que-nous-respirons_30841
https://www.detik.com/jatim/berita/d-6136259/5-aplikasi-cek-kualitas-udara-di-smartphone-ada-yang-buatan-indonesia
https://en.wikipedia.org/wiki/Air_quality_index
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2024/10/17/melihat-alat-pengukur-kualitas-udara-milik-bmkg-seperti-apa
https://id.apaq-group.com/bam-1020
https://nafas.co.id/article/Apa-itu-PM2-5-dan-mengapa-itu-penting
https://www.pranaair.com/blog/what-is-air-quality-index-aqi-and-its-calculation/
Jurnal :
Basith, S., Manavalan, B., Shin, T. H., Park, C. B., Lee, W.-S., Kim, J., & Lee, G. 2022. The Impact of Fine Particulate Matter 2.5 on the Cardiovascular System: A Review of the Invisible Killer. Nanomaterials, 12(15), 2656. https://doi.org/10.3390/nano12152656
Wooster, M. J., Gaveau, D. L. A., Salim, M. A., Zhang, T., Xu, W., Green, D. C., Huijnen, V., Murdiyarso, D., Gunawan, D., Borchard, N., Schirrmann, M., Main, B., & Sepriando, A. 2018. New Tropical Peatland Gas and Particulate Emissions Factors Indicate 2015 Indonesian Fires Released Far More Particulate Matter (but Less Methane) than Current Inventories Imply. Remote Sensing, 10(4), 495. https://doi.org/10.3390/rs10040495
Buku :
Vallero, D. 2014. Fundamentals of Air Pollution. Academic Press. https://doi.org/10.1016/C2012-0-01172-6
Tidak ada komentar:
Posting Komentar