Di bagian pertama telah dijelaskan bahwa informasi curah hujan bisa didapatkan melalui :
GSMaP adalah proyek satelit pemerintah Jepang yang digunakan untuk mengukur curah hujan. GSMaP dikelola dibawah lembaga antariksa Jepang yaitu JAXA Precipitation Measurement Missions dan GCOMW1/AMSR2. GSMaP dihasilkan dari penggabungan data yang diperoleh dari berbagai satelit atau kombinasi data multi-satelit, terutama dari GPM dan TRMM. Satelit cuaca geostasioner menggunakan kombinasi sensor microwave (MW) dan infrared (IR).
1. Pengukuran penakar hujan
2. Observasi radar
3. Satelit
4. Forecast/ simulasi dengan menggunakan model numerik
Fokus ke nomor 3 informasi curah hujan melalui satelit. Sebagai catatan, data curah hujan yang hanya didapatkan melalui satelit mempunyai keunggulan dapat mencakup wilayah global, konsisten, tersedia real-time dan dapat diperoleh pada intensitas yang luas. Tetapi, mempunyai kelemahan datanya relatif lebih bias terutama di daerah yang mempunyai topografi yang kompleks (pegunungan, hutan tropis dan lain-lain). Kelemahan lainnya adalah underestimate terhadap curah hujan yang ekstrem karena sensor satelit tidak mampu menangkapnya. Tetapi juga sebaliknya overestimate hujan yang ringan, karena adanya noise dalam penginderaan jauh. Data hujan melalui pos hujan atau observasi mempunyai keunggulan akurasi yang tinggi yang lebih detil sesuai dengan spesifik daerahnya. Di daerah dengan topografi yang rumit, data observasi bisa lebih akurat karena pengukuran langsung di lapangan dapat menangkap variasi lokal yang tidak terdeteksi oleh satelit.
Di bagian kedua akan dijelaskan beberapa bagian yang belum diterangkan pada bagian pertama. Di bagian pertama telah dijelaskan, informasi curah hujan bisa didapatkan dari satelit antara lain melalui :
- TRMM (Tropical Rainfall Measuring Mission) dan GPM (Global Preciptation Measurement). TRMM satelit yang diluncurkan pada tahun 1997 untuk mengukur hujan di daerah tropis, sedangkan GPM pada tahun 2014 untuk mengukur hujan secara global.
- PERSIANN (Precipitation Estimation from Remotely Sensed Information using Artificial Neural Networks), metode pengolahan data hujan dengan menggunakan jaringan syaraf tiruan.
- CMORPH (CPC MORPHing technique). Metode pengolahan data menggabungkan kecepatan dan pergerakan awan dari data satelit untuk mengestimasi curah hujan dengan resolusi tinggi baik secara spasial maupun temporal.
- APHRODITE (Asian Precipitation Highly Resolved Observational Data Integration Towards Evaluation). Dataset curah hujan yang dikembangkan dengan menginterpolasi data dari ribuan stasiun cuaca di Asia.
Lanjutan : ad 3. melalui satelit yakni :
5. GSMaP (Global Satellite Mapping of Precipitation)
GSMaP adalah proyek satelit pemerintah Jepang yang digunakan untuk mengukur curah hujan. GSMaP dikelola dibawah lembaga antariksa Jepang yaitu JAXA Precipitation Measurement Missions dan GCOMW1/AMSR2. GSMaP dihasilkan dari penggabungan data yang diperoleh dari berbagai satelit atau kombinasi data multi-satelit, terutama dari GPM dan TRMM. Satelit cuaca geostasioner menggunakan kombinasi sensor microwave (MW) dan infrared (IR).
Kelebihan GSMaP adalah satelit hujan yang mempunyai resolusi temporal satu jam, resolusi horizontal 0.1 x 0.1 derajat (setara 10-11 km). Resolusi ini memungkinkan memantau perubahan curah hujan secara real-time dan lebih detail dibandingkan metode konvensional. GSMaP informasinya cukup handal untuk pengamatan cuaca, sehingga termasuk yang digunakan BMKG untuk pengamatan cuaca. Contoh informasi tentang GSMaP curah hujan di Indonesia hujan 24 jam terakhir di sini. GSMaP memberikan cakupan curah hujan yang merata, termasuk di daerah terpencil dan perairan yang sulit dijangkau oleh radar atau pos hujan.
Gambar 1. Tampilan web GSMaP
Informasi GSMaP lengkap dapat ditemukan di sini http://sharaku.eorc.jaxa.jp/GSMaP/
GSMaP dapat dibedakan atas beberapa versi yaitu :
- GSMaP_MVK adalah versi GSMaP standar yang menyediakan data hujan secara global. Data terdiri atas 3 hari setelah pengamatan, tersedia sejak tahun 1998 sampai dengan sekarang. GSMaP_MVK menggunakan teknik Kalman filter dan koreksi observasi.
- GSMaP_NRT, atau (GSMaP Near Real-Time) adalah versi GSMaP yang menyediakan data hujan berbasis satelit secara hampir real-time (±4 jam keterlambatan). Versi ini dirancang untuk aplikasi yang cepat misalnya : peringatan dini cuaca, pemantauan cuaca ekstrem dan manajemen mitigasi bencana. Jenis produk ini hanya menggunakan estimasi curah hujan melalui satelit, tidak menggunakan data dari stasiun hujan.
- GSMaP_NOW (Real-Time), versi GSMaP yang menyediakan data real-time sekitar 0 - 0,5 jam dengan akurasi yang rendah.
- GSMaP_Gauge, adalah versi GSMaP yang datanya sudah dikoreksi bias dengan data stasiun hujan. Tidak tersedia data real-time nya dengan data temporal harian. Data hujan ini akan sangat bermanfaat untuk studi iklim, validasi model hidrologi dan analisis tren curah hujan jangka panjang. Versi ini mempunyai tujuan menghasilkan data curah hujan paling akurat dengan mengkalibrasi/koreksi bias menggunakan pengamatan stasiun darat.
6. CHIRPS (Climate Hazards Group InfraRed Precipitation with Station data)
Sejak tahun 1999, para ahli USGS dan CHC telah mengembangkan teknik untuk menghasilkan peta hujan di daerah yang data hujan yang jarang di permukaan dengan CHIRPS (Climate Hazards Group InfraRed Precipitation with Station data). CHIRPS adalah database curah hujan daratan yang merupakan kombinasi dari tiga informasi curah hujan yaitu klimatologi global, estimasi curah hujan berbasis satelit, dan curah hujan hasil pengamatan in-situ. CHIRPS dapat memberikan kumpulan data yang lengkap, andal, dan terkini untuk sejumlah tujuan peringatan dini, misalnya analisis tren dan pemantauan kekeringan musiman. Informasi tentang CHIRPS dapat diperoleh di CHIRPS: Rainfall Estimates from Rain Gauge and Satellite Observations | Climate Hazards Center - UC Santa Barbara
CHIRPS adalah data global quasi curah hujan lebih dari 30 tahun. Dengan rentang dari 50°U-50°S (dengan seluruh garis bujur), mencakup wilayah termasuk Indonesia, Afrika, Amerika Latin, Asia Selatan. CHIRPS merupakan database curah hujan permukaan terdiri kombinasi dari tiga informasi curah hujan yaitu klimatologi global, estimasi curah hujan berbasis satelit, dan curah hujan hasil pengamatan in-situ (Funk et al., 2015). Data estimasi curah hujan dari CHIRPS diperkenalkan oleh Funk et al (2015) sebagai data dengan resolusi spasial 0,05 x 0,05°.
Metode CHIRPS menggunakan data penginderaan jauh dari satelit untuk mengukur suhu permukaan laut dan kelembapan atmosfer, yang digunakan untuk mengestimasi curah hujan. Data ini dikombinasikan dan akumulasi dengan data curah hujan dari stasiun cuaca di seluruh dunia untuk meningkatkan akurasi dan mencakup daerah yang mungkin tidak tercakup oleh satelit.
CHIRPS 2.0 adalah versi yang sekarang paling banyak digunakan, khususnya di daerah tropis dan semi-arid. Dataset ini memberikan data hujan beresolusi tinggi dengan cakupan waktu panjang dan kualitas konsisten dibandingkan versi sebelumnya. Menggabungkan estimasi satelit (infrared) dengan data observasi stasiun cuaca (gauge) untuk koreksi bias. CHIRPS 2.0 menggunakan teknik kriging dan interpolasi statistik untuk memperhalus data dan mengatasi area tanpa gauge. Datanya tersedia sejak tahun 1981 hingga sekarang, dengan resolusi spasial 0.05° (sekitar 5 km) dan resolusi temporal harian sehingga dapat digunakan untuk analisis iklim jangka panjang, tren atau studi tentang perubahan iklim.
Saat ini telah dikembangkan CHIRPS 3.0, saat ini masih dalam status BETA namun juga sudah tersedia secara publik. Keunggulannya antara lain : estimasi curah hujan ekstrem lebih akurat, terutama untuk hujan lebih dari 50 mm/hari. Mengurangi bias negatif di area pegunungan atau dengan curah hujan tinggi. Integrasi lebih luas terhadap data satelit microwave sehingga memperbaiki estimasi hujan ringan dan sedang. Penyesuaian metode bias-correction untuk stasiun yang kurang padat. CHIRPS 3.0 juga lebih sensitif terhadap kejadian cuaca ekstrem.
Data hujan CHIRPS bisa didapatkan melalui melalui berikut ini (CHIRPS versi 2.0) dan berikut ini (CHIRPS versi 3.0).
7. IMERG (Integrated Multi-satellite Retrievals for GPM)
IMERG adalah produk kumpulan data curah hujan dari oleh program GPM (Global Precipitation Measurement). Program ini kolaborasi antara NASA dan JAXA, bertujuan untuk menyediakan pengukuran curah hujan secara global. IMERG digunakan secara luas untuk memantau dan menganalisis presipitasi (hujan, salju, dan lain-lain.) di seluruh dunia, khususnya di daerah yang tidak memiliki banyak stasiun cuaca.
IMERG menggabungkan data dari berbagai satelit untuk mengestimasi curah hujan di sebagian besar permukaan bumi, termasuk wilayah yang sulit dijangkau seperti lautan dan wilayah terpencil. Datanya diperbarui tiap 30 menit dengan resolusi spasial sekitar 10 km (0.1° x 0.1°), sehingga memungkinkan monitoring curah hujan secara real-time atau hampir real-time.
IMERG mempunyai keunggulan yaitu :
- Resolusi spasial dan temporal yang tinggi dalam jangka waktu yang cukup panjang (lebih dari 20 tahun)
- Mampu mendeteksi hujan ringan dan salju lebih baik dan dapat menampilkan estimasi curah hujan sesaat yang baik.
- Akurasinya terbatas dibandingkan dengan pengamatan observasi
- Ketidakseragaman secara temporal. IMERG bergantung pada konstelasi satelit yang terus berubah, sehingga rekam jejak temporalnya mungkin tidak homogen untuk studi iklim jangka panjang.
- Perbedaan dalam representasi spasial dan temporal antara data IMERG dan pengukur hujan lokal dapat menyebabkan kesalahan interpretasi.
Informasi IMERG bisa diperoleh melalui GES DISC
Sumber :
Web:
Jurnal:
Funk C.C., Peterson P., Landsfeld M. 2015. The Climate Hazards Infrared Precipitation with Stations—A New Environmental Record for Monitoring Extremes. Sci Data 2:150066. doi:10.1038/sdata.2015.66.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar